Kamis, 04 Juli 2013

Marhaban Ya Ramadlan : Sifat Amarah

Kajian Ahad Kliwon,  30 Juni 2013


TENTANG SIFAT AMARAH
(ustadz Yusron Asrofi)
Pengantar Redaksi.
Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum wr.wb.
Ba’da syukur dan salawat ...
 Salah satu sifat yang secara “naluri” ada pada setiap manusia adalah sifat  amarah (ghadzab). Dan Islam mengajarkan secara komprehensif bagaimana cara “mengelola” sifat tersebut agar tidak  berdampak destruktif baik bagi diri maupun orang lain.  Bulan ramadlan sendiri bahkan disebut-sebut sebagai bulan “shabar.” Tentu, salah satu ujud shabar adalah kemampuan  mengelola secara baik sifat amarah tersebut.
Adapun manusia terbagi menjadi 4 kelompok dalam hal sifat amarah ini, yaitu :
1.       Cepat/ gampang marah namun juga gampang/cepat reda  amarahnya.
2.       Tidak mudah marah tapi sekali marah sukar sembuhnya.
3.       Cepat/gampang marah tetapi  sukar/lama  reda amarahnya.
4.       Tidak gampang marah tapi bila marah gampang/cepat  reda.
Termasuk dalam nomor berapakah diri kita ? 
Bersama ustadz Yusron Asrofi kita akan simak.
Semoga kehadiran Ramadlan akan semakin  membawa dampak positif dalam semua aspek kehidupan  kita.  Marhaban Ya Ramadlan.


Kita sebagai manusia terkadang masuk ke dalam situasi dimana kita menjadi emosi atau bahkan marah. Dalam situasi tertentu, marah itu dibolehkan.
TUNTUNAN  UMUM SOAL MARAH
1. JANGAN SUKA MARAH
Seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Berilah aku wasiat?" beliau bersabda: "Janganlah kamu marah." Laki-laki itu mengulangi kata-katanya, beliau tetap bersabda: "Janganlah kamu marah." (HR Bukhari 5651)
Perasaan dongkol saja sebaiknya ditahan, dan jangan diletupkan menjadi kemarahan. Hal yang baik lagi dilakukan adalah memaafkan orang:
Surat Ali ‘Imran (3) ayat 134 : ….” (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Nabi Ya’qub juga disebut di dalam al_Qur’an sebagai Nabi yang bisa menahan amarahnya terhadap  anak-anaknya.
Yusuf (12) ayat 84 : “ Dan Yakub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).”

Nabi Muhammad sendiri oleh Allah disuruh bersabar dan menahan marah.
Al-Qalam (68) ayat 48 : “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).”
2.  KALAU  SUDAH  TERLANJUR  MARAH  ATAU HAMPIR MARAH
Ucapkanlah: "A'uudzubillahi minasy syaithaanir rajiim." (Aku memohon perlidungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk)
Sulaiman bin Shurd berkata; "Ada dua orang yang saling mencerca di samping Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sementara kami duduk-duduk di samping beliau, salah seorang darinya mencerca temannya sambil marah, hingga wajahnya memerah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila ia membacanya, niscaya kemarahannya akan hilang, sekiranya ia mengatakan; "A'uudzubillahi minasy syaithaanir rajiim." Lalu orang-orang berkata kepada laki-laki itu; "Apakah kamu tidak mendengar apa yang di katakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Justru laki-laki itu menimpali; "Sesungguhnya aku tidaklah gila." (HR Bukhari 5650)
Di dalam hadits lain riwayat Abu Dawud yang didha’ifkan oleh Al-Albani disebutkan bahwa  "Sesungguhnya marah itu dari setan . . . . .“ (HR Abu Dawud 4152)
Dari sisi makna, hadits ini sesuai dengan tuntunan bahwa kalau marah maka berdoalah "A'uudzubillahi minasy syaithaanir rajiim." (Aku memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk).
Kata syaitan yang terkutuk itu artinya adalah syaitan yang jauh atau tertolak dari segala macam kebaikan.
Inti dari tuntunan ini adalah bertengkar dengan marah sesama saudara seiman itu jauh dari segala macam kebaikan. Atau tegasnya lagii, tidak ada kebaikan sama sekali bertengkar dalam keadaan marah dengan sesama saudara seiman.
Dan setelah membaca  Audzubillah . . . .dst, terus diam saja, menahan diri untuk tidak mengucapkan apa-apa:
Beliau bersabda: "Ajarilah (orang lain) dan mudahkanlah serta jangan mempersulit, jika salah seorang di antara kalian marah maka hendaklah dia diam." HR Ahmad 2029    Al-Albani: Shahih

3.  APABILA MARAH DALAM KEADAAN BERDIRI, MAKA DUDUKLAH. KALAU MASIH MARAH MAKA BERBARINGLAH. INSYA  ALLAH MARAH AKAN HILANG.
Abu Dzar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: "Jika salah seorang dari kalian marah dan ia dalam keadaan berdiri, hendakah ia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak hendaklah ia berbaring." (HR Abu Dawud  4151 Al-Albani: Shahih)
Dalam riwayat lain yang shahih diriwayatkan oleh Imam Ahmad menceritakan bagaimana tuntunan ini dijalankan oleh Abu Dzar:
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abu Hindin dari Abu Harb bin Abu Aswad dari Abu Aswad dari Abu Dzar dia berkata, "Ketika dia sedang mengisi air di ember  miliknya, datanglah sekelompok orang yang salah seorang dari mereka berkata, "Siapakah di antara kalian yang akan menghampiri Abu Dzar dan mengambil rambut kepalanya?" lalu seseorang berkata, "Saya!" Kemudian laki-laki itu mendatangi Abu Dzar, ia lalu memukul ember airnya hingga pecah. Saat itu Abu Dzar dalam kondisi tegak berdiri, kemudian dia duduk dan berbaring, maka ditanyalah ia, "Wahai Abu Dzar, kenapa kamu duduk kemudian berbaring?" Abu Dzar berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda kepada kami: "Jika salah seorang di antara kalian marah sementara ia sedang berdiri, maka hendaklah ia duduk, jika kemarahan itu reda (itulah yang diharapkan), jika tidak maka hendaklah ia berbaring." (HR Ahmad 20386 Al-Albani: Shahih)
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ (37) [الشورى/37]

4. KETIKA ADA ORANG MARAH ATAU MEMBIKIN MARAH KEPADA MEREKA MAKA KEMUDIAN MEREKA
     MEMBERI MAAF ORANG TERSEBUT

Asy-Syuuraa (42) ayat 37 “...dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila ada yang bikin mereka marah mereka memberi maaf.”

Ini adalah sebuah tuntunan akhlaq mulia dan bagusnya watak atau sifat. Jadilah orang semacam ini berwatak lembut, tenang dan calm (kalem). Bagusnya akhlaq menjadi watak, sifat, karakter dan kepribadiannya. Sampai-sampai kalau ada orang yang membikinnya marah baik dengan ucapan atau perbuatan, mereka menahan rasa dongkolnya dan tidak melampiaskannya menjadi kemarahan. Tetapi, justru orang semacam ini memaafkannya. Mereka menghadapi kejelekan dengan kebaikan, memberi maaf dan lapang dada. 

Fussilat (41):34. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

41:35. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.

41:36. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Perhatikan juga ayat berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (14) [التغابن/14]

At-Taghabun (64):14. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan berlapang dada (tidak memarahi) serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Allah memberi peringatan kepada kita bahwa kadangkala pasangan kita (suami atau istri) dan juga anak-anak kita itu menjadi musuh bagi kita oleh karena itu kita perlu berhati-hati dan waspada terhadap mereka. Pasangan kita atau anak kita, kalau mereka membawa kepada kejelekan itu artinya mereka menjadi musuh kita. Oleh karena itu, kita tidak perlu bahkan kita dilarang mengikuti kemauan mereka. Selanjutnya Allah memberi tuntunan begini: “jika kamu memaafkan dan berlapang dada (tidak memarahi) serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Contoh perlakuan lembut dan sabar serta tidak marahnya Nabi saw kepada istrinya yang cemburu kemudian melampiaskan kemarahannya. Nabi saw tetap sabar:

Suatu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada di tempat isterinya. Lalu salah seorang Ummahatul Mukminin mengirimkan hidangan berisi makanan. Maka isteri Nabi yang beliau saat itu sedang berada dirumahnya memukul piring yang berisi makanan, maka beliau pun segera mengumpulkan makanan yang tercecer ke dalam piring, lalu beliau bersabda: "Ibu kalian rupanya sedang terbakar cemburu." Kemudian beliau menahan sang Khadim (pembantu) hingga didatangkan piring yang berasal dari rumah isteri yang beliau pergunakan untuk bermukim. Lalu beliau menyerahkan piring yang bagus kepada isteri yang piringnya pecah, dan membiarkan piring yang pecah di rumah isteri yang telah memecahkannya.
(HR Bukhari 4824)
5. INGATLAH, CACI  MENCACI  ITU  PERBUATAN  SYAITAN
Iyadl bin Himar ia bertanya, "Saya berkata, "Wahai Rasulullah, seorang laki-laki dari kaumku mencaciku sementara ia sendiri tidak lebih mulia dariku, maka apakah saya berdosa jika membalas cacian darinya?" beliau bersabda: "Dua orang yang saling mencaci adalah dua setan yang saling merendahkan dan saling berkata-kata dusta."  (HR Ahmad  16836)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar