Rabu, 19 Desember 2012

Kajian bersama (1)

TABAYYUN
(oleh Ustadz Hidayaturrahman)
At-Tabayyun artinya adalah mencari kejelasan hakekat suatu atau kebenaran suatu fakta dengan teliti, seksama dan hati-hati.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi di jalan Allah, maka lakukanlah tabayyun ( QS. An Nisa/4: 94).
Kata itu merupakan fiil amr untuk jamak, dari kata kerja tabayyana, masdarnya at-tabayyun, yang artinya adalah mencari kejelasan hakekat suatu atau kebenaran suatu fakta dengan teliti, seksama dan hati-hati. Perintah untuk tabayyun merupakan perintah yang sangat penting, terutama pada akhir-akhir ini di mana kehidupan antar sesama umat sering dihinggapi prasangka. Allah memerintahkan kita untuk bersikap hati-hati dan mengharuskan untuk mencari bukti yang terkait dengan isu mengenai suatu tuduhan atau yang menyangkut identifikasi seseorang.

 Belakangan ini seringnya gampang orang atau suatu kelompok berprasangka negatif terhadap kelompok lain, atau menuduh sesat golongan lain, dan kadang disertai hujatan, penghakiman secara sepihak, dan sebagainya. Berprasangka tanpa meneliti duduk perkaranya, adalah apriori atau masa bodoh. Mensikapi orang lain hanya berdasar pada sangkaan-sangkaan negatif atau isu-isu yang beredar atau bisikan orang lain.  Sikap demikian adalah tidak tabayyun, atau tidak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Perintah tabayyun atau mendalami masalah, merupakan peringatan, jangan sampai umat Islam
 melakukan tindakan yang menimbulkan dosa dan penyesalan akibat keputusannya yang tidak adil atau merugikan pihak lain. Di dalam al Qur’an, perintah tabayyun juga terdapat pada QS. al Hujarat 49:6.
Dengan mengakomodir tafsir ayat ke 94  tersebut, tersirat suatu perintah Allah, bahwa setiap mukmin, yang sedang berjihad fi sabilillah hendaknya bersikap hati-hati dan teliti terhadap orang lain. Jangan tergesa-gesa menuduh orang lain, apalagi tuduhan itu diikuti dengan tindakan yang bersifat merusak atau kekerasan. Terhadap mereka yang mengucap ”Assalamu’alaikum” atau ”la ilaha illallah”, misalnya, yaitu ucapan yang lazim dalam Islam, terhadap orang tersebut tidak boleh dituduh ”kafir”, sekalipun ucapan itu hanya dhahirnya. Ini hanya sekedar contoh, di mana kita tidak boleh gegabah dalam mensikapi orang lain.
Ingat peristiwa besar pernah terjadi yang menimpa Baginda Rasulullah SAW. Suatu fitnah yang melibatkan Ibunda Aisyah ra. sempat mengguncang rumah tangga Rasulullah SAW. Ibunda Aisyah difitnah berbuat keji dengan salah seorang sahabat Rasul SAW bernama Sofwan bin Mu'attal. Nabi SAW pada waktu itu sempat merasakan perihnya fitnah. 
Fitnah itu bermula dari tertinggalnya Aisyah dari rombongan Nabi SAW, seusai berperang dengan Bani Musthaliq, pada Syaban 5 H. Istri Nabi SAW tertinggal rombongan dan sendirian di gurun yang lengang. Sahabat Shafwan ibnu Mu'aththal yang melewati tempat itu
menemukan Aisyah sendirian. Ia pun menyuruh ibu kaum Muslim ini menaiki unta dan menuntunnya ke Madinah. Apa lacur? Tanpa mengetahui duduk perkara, orang-orang yang menyaksikannya, menggunjingkan Aisyah dan Shafwan. Seperti Hadis Nabi tadi, gunjingan itu sempat menggoncangkan kalangan kaum Muslimin. Para shahabat yang telah teruji keimanannya ketika ditanya tidak ada yang mau memberikan komentar, hingga akhirnya Allah swt menjelaskan persoalan itu yang sebenarnya. Dan dengan berhati-hatinya terhadap berita ini menjadikan kaum mukminin terhindar dari penyesalan, karena memfitnah orang, apalagi dia Ummul Mukminin.
Kemudian Allah menyesalkan kaum Muslim yang tak bersangka baik, bahkan, menganggap perkara yang tak diketahui duduk perkara itu, sebagai hal ringan. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar (QS 24:15). Bahkan, menjanjikan azab yang pedih di dunia dan akhirat, bagi penyulut fitnah tersebut (QS 24:19).

Terbukti, tabayyun Mencegah Fitnah yang Keji.


disampaikan pada acara 
silaturahmi MTDK dengan Da'i dan Ta'mir jelang Ramadlan 1433 H 

ada baiknya anda juga membaca ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar